Untuk pekerjaan dari pihak swasta ini, tidak seperti biasanya si bos meminta untuk mengatasnamakan "namaku" sebagai penanggung jawab pekerjaan. Entah apa yang menjadi pertimbangan beliau, tapi aku hanya bisa terpaku dengan kata loyalitas tanpa berani mempertanyakan mengapa begitu. Jadilah di kontrak kerja namaku dan pihak swasta itu yang tercantum.
Singkat cerita aku pun menandatangani kontrak dan juga dia selaku pimpinannya. Sebelum mulai perealisasian isi kontrak, terjadi insiden kecil yang saat itu aku sama sekali tak menyangka akan menyeretku ke dalam permasalahan yang pelik seperti ini. Kejadiannya saat sedang rapat intern antara pihak terkait, tiba-tiba BB pihak kedua ini terus berdering dan mengganggu jalannya rapat. Dengan hormat bos ku meminta untuk mengganti mode-nya menjadi silent. Namun ternyata si empunya tak mengerti cara menggantinya. Si bos pun memintaku untuk membantu beliau yang sedang kebingungan dengan smartphonenya. Enggan sebenarnya, tapi loyalitas ini benar-benar mengutuk ku. Beliau pun memberikan hp-nya padaku. Memang butuh waktu yang sedikit lama karena ku harus mencari dulu dimana tersimpan pengaturannya. Hal ini membuat si empunya gerah,mungkin beliau khawatir aku sedang membuka isi-isi lain di hp-nya. Kemudian beliau pun merampasnya seranya mengatakan "sudah, biar saya metikan saja".
Namun sebelum mematikannya, beliau dengan lantang mengatakan bahwa aku sudah merusak BB-nya. Kemudian dengan nada tenang aku pun meminta supaya turut mengecek BB-nya, dimana kerusakannya. Tanpa menggubris permintaanku beliau pun langsung menambahkan bahwa melakukan panggilan pun tidak bisa. Saya yang jujur sudah kalut juga masih berusaha tenang dan meminta sekali lagi untuk beliau supaya saya diijinkan untuk mengecek benar tidaknya sudah tidak bisa melakukan panggilan keluar lagi. Dan kedua kali bukannya digubris, beliau malah menghardikku dengan mengatakan "Aku akan membawa ini ke pengadilan". Kemudian beliau berlalu pergi.
Lalu saya pun coba mengejar, berharap tidak akan sampai ke persoalan hukum meski di sini aku sangat yakin tidak mengotak-atik BB-nya. Namun beliau tetap berlalu begitu saja.
Kembali ke ruang rapat, ekspresi aneh dan tak terharapkan ditunjuukan bos ku. Beliau seperti tidak melihat ada kejadian apa-apa sedari tadi. Padahal atas perintah beliau aku memegang BB klien tersebut. Dengan santai dan semakin membuat ku seperti orang bodoh, beliau pun turut berlalu pergi.
"Apa yang sedang terjadi", tanya ku dalam hati.
Sesampainya di rumah, aku tak dapat sedetik pun, berpaling dari kejadian yang ku alami ini. Sahabatku, yang malam itu berkunjung ke rumah mendapat ku murung tak bergairah. Dia pun bertanya "ada apa"? Dengan enggan aku menceritakaannya.
Hanya helaan nafasnya yang terdengar setelah ku selesai bercerita. Lalu dia memelukku sambil menepuk-nepuk bahu ku dan berkata "kita berdoa saja ya, semua pasti akan baik-baik saja".
Saat itu ku minta dia untuk menemaniku tidur malam itu. Keesokannya, entah datang dari mana tiba-tiba si klien yang mengancam akan menuntutku, memintaku untuk menandatangani berkas yang ku baca sepintas adalah berkas berisi tentang sesuatu yang menyimpang dengan apa yang telah disepakati dalam kontrak.Terang, aku langsung menolak permintaannya dengan tegas. Namun beliau mengancam akan memidanakan saya kerena persoalan BB kemarin. Silahkan saja, saya tidak salah. Saya tidak mau menandatangani itu.
Saya tidak ingin mengiyakan, karena di belakang hari saya juga yang akan kena imbasnya. Tapi jujur, saya juga sedikit ragu dengan keputusan saya mengiyakan ancamannya. Karena saya tidak begitu yakin dengan hukum yang ada di negeri ku. Aku ragu keadilan akan memihak orang dengan strata rendah seperti ku. Dibanding beliau, tentulah aku tak punya daya apapun. tapi aku tak mau membenarkan yang salah. Meski tak punya harta, dan tak akan sanggup menyewa jasa pengacara, aku tetap akan menyatakan aku tidak bersalah.
Hal yang membuat ku semakin hampir patah arang adalah sikap atasanku yang tak sedikit pun berempati atas tuduhan yang ditorehkan klien padaku. Seoalah tak ingin tahu apa yang terjadi. Dalam hati ku membenarkan mungkin inilah mengapa dia meminta namaku yang tertera sebagai penanggung jawab dalam kerjaan kali ini.
Akkhhhh...sungguh ku tak ingin membayangkan hal buruk yang akan menimpaku...Namun tak bisa ku elakkan bahwa pikiranku terus memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Dan sesaat pikiranku memulainya....aku,,,terbangun....
Ternyata,,,,aku hanya bermimpi.. :D