Sangat jelas diingatanku, bagaimana antusiasnya masyarakat di lingkungan rumahku menyambut hari kemerdekaan RI. Seminggu sebelum hari H telah terselenggara beragam perlombaan dan puncak acara terselenggara di tanggal 17. Keriuahan selama pertandingan berlangsung benar-benar menyemarakkan esensi kemerdekaan. Seolah telah terlepas beban yang begitu besar sehingga kebahagiaan dapat terpancar dari setiap wajah yang mengikuti atau sekedar menyaksikan acara. Sayang, kemeriahan itu aku dapati hanya berlangsung sampai ku SMP saja. Saat ini sudah tidak ada lagi. Entah alasan apa, aku juga tidak tahu.
Sepi, tak ada hal khusus kecuali hari libur, itulah hal yang terasa kini mengenai kemerdekaan di lingkungan rumahku. Yah paling ada sedikit aktivitas perayaan yang dijumpai di sekolah-sekolah di dekat rumah ku. Namun itu juga tanpa suatu perayaan yang heboh, paling upacara dan perlombaaan kebersihan antar kelas. Jangan kan tentang perayaan. Untuk memasang bendera saja, saya hanya menemukan beberapa. Di rumah ku sendiri, aku tidak tahu kemana hilangnya tiang dan bendera yang biasanya tersimpan di gudang.
Sesepinya perayaan kemerdekaan di kampung ku, ternyata lebih sepi lagi di kota besar ini. Sepanjang saya mengitari jalan dari satu tempat ke tempat yang lain, tak ada di sepanjang jalan ku dapati tiang dengan kibaran sangkaka merah putihnya. Pedangang kaki lima yang menjajakan bendera dan pernak-pernik kemerdekaan lainnya lah yang setidaknya akan memberikan signal bahwa hari itu adalah hari kemerdekaan RI.
Tapi kemana esensinya? Kemana suasananya? Mengapa perayaan kemerdekaan hanya dijalankan semasa wajib belajar saja? Mengapa tidak berlangsung di universitas?
Hmmmnnn,,,,sangat merindukan suasan meriahnya kemerdekaan saat aku kecil dulu. Meski tak turut berjuang, tersa bahagia sekali bisa merasakan kemerdekaan itu. Tapi kini, kemerdekaan hanyalah tanggal merah, saatnya untuk bersantai di rumah tanpa melakukan apapun...