Senangnya melihat mereka yang masih bisa bercanda dengan mama kandungnya. Ya, aku memang sudah 25 tahun sekarang, tapi rindu akan kasih sayang seorang mama masih lah sangat ku idamkan.
Kami, aku, kakak, dan 2 adik ku memang tidak banyak diberi waktu oleh Yang Kuasa untuk mengecap kasih sayang seorang ibu. Aku sendiri saat kepergiaannya masih duduk di banku SMP kelas II, kaka, setingkat di atas ku sedangkan adik ku, masih SD dan si bungsu masih balita umur 4 tahun. Namun bisa dikatakan, sejak ku menginjak kelas I SMP, saat itu sudah tidak lah terasa peran ibu lagi, karena saat itu mama sudah sakit-sakitan, bahkan setiap bulan berganti rumah sakit.
Aku masih ingat, saat aku, kakak, dan adik no 3 berangkat sekolah, si bungsu harus ku titipkan kepada tetangga kami. Sangat masih terekam pula di benak kala ku mengantarkan si bungsu kami ini ke tetangga, dia mengatakan "kak, cepat jemputnya ya". Huuuaaakkkkhhhh.....,,,sesak rasanya dada ini, mendengar si kecil berucap demikian. Tapi apa mau dibilang, semua harus sekolah, bapak harus kerja, terpaksa dia dititipkan. Begitu terus, sampai entah berapa lama ku pun tak mengingatnya lagi.
Kenangan terakhir, saat mama ku masih sadar dan sedikit membaik, mama berpesan kalau aku harus akur dengan kakak, bantu dia bersihkan rumah dan tidak buat bapak sampai stres karena kenakalan kami. Saat dia berpesan begitu, aku hanya bisa tertunduk sedih sambil menahan air mata ku. Sempat pula mama menawarkan untuk memotong kuku jariku dan nyisir rambutku. Aku pun menwarkan pijatan pelan padanya, karena kondisinya sudah lah tidak seperti mama ku yang super mama. Saat itu, mama meminta ku mencabut rambut putihnya. Aku pun mengambil pingset untuk memulai perintahnya. Namun, ternyata ku tidak membutuhkan alat itu, karena ternyata uban mama bisa dengan gampangnya tercabut hanya dengan tangan, begitu juga rambut hitam lainnya. Tersadar lah aku, kondisi mama terlihat membaik tapi ternyata tidak. Mungkin ini lah kesempatan terakhir kami bisa berbincang dengannya.
Apa yang ku takutkan benarlah terjadi. Selang beberapa hari setelah hari itu, mama sudah tidak sadarkan diri lagi, seperti orang yang sedang koma. Dan entah kenapa, mama tidak dirujuk ke Rumah Sakit seperti biasa kala keadaannya drop seperti itu. Tak lama dengan kondisi koma begitu, pagi hari jam 5 pagi entah di hari apa, mama didapati kakak sudah tidak bernafas.
Bapak meminta kami berdua memanggil bidan terdekat, dan sambil menangis kami menggedor pintu rumah ibu bidan. Ibu itu pun langsung bergegas ke dalam mengambil peralatannya dan sama dengan tergesanya seperti kami, berjalan menuju rumah. Pernyataan si ibu bidan pun menjadi putusan bahwa benar mama sudah meninggalkan kami.
Akkkhhhh,,,sedihnya hidup tanpa seorang mama..
Belum sempat berbuat sesuatu yang menyenangkannya, dia sudah pergi.
Rasa sedih yang terdalam yang pernah ku rasakan adalah saat menyadari dan harus menerima kalau mama sudah bersamaNYA.
Ma,,,kangennnnn...
Elin su kuliah
Desy, si bungsu su SMA ma..
Kakak sudah menikahh..
Mama sudah punya 2 cucu yang ganteng dan manis..
Kangen kuat-kuat ma...
Terimakasih untuk kebersamaan singkat kita. Kau tetap di hati..