Melihat berita di salah satu stasiun tv swasta semalam,menyadarkan ku bahwa peminat paranormal bukanlah hal dari kalangan bawah saja, tapi kaum yang katanya intelektual itu pun butuh ritual-ritual yang disarankan sang sesepuh.
Kaum intelektual yang saya maksudkan adalah mereka yang berjuang memperebutkan satu kursi demi memperjuangkan (katanya) kepentingan rakyat dalam PEMILU/PILKADA. Hal ini saya saksikan lewat tayangan dalam stasiiun tv tersebut yang mewawancarai beberapa paranormal yang mengaku sering mendapat pasien untuk kepentingan memenangkan pemilihan (legislatif,gubernur,bupati,walikota,dll). Wow, ternyata perdukunan menjadi alternatif lain selain penyuapan. Hal senada juga terdengar lewat kasus bupati Atut, yang mana banyak paranormal berkomentar tentang posisi beliau. Banyak dari mereka sepakat, meski kasusnya sedang mencuat ke permukaan, namun posisi beliau akan susah tergoyah dikarenakan, kemistisan yang mendukung di belakangnya.
Wow, ngeri yahhh..
Tapi saya sich berharap hal itu hanyalah upaya si mereka yang menggunakan posisi itu untuk mencari dan membutuhi kehidupan untuk menaikan pamor mereka. Sungguh sangat tidak diharapkan pernyataan mereka ini nantinya malah memicu masyarakat yang lain untuk menempuh jalan dengan datang kepada mereka juga. Bahaya kalau sampai dukun menjadi profesi di negeri ini. Padahal negeri ini, negeri dengan beradatkan ketimuran dan berlandaskan agama. Tak main-main 5 agama teryakini di negeri ini. Apa jadinya jika paranormal/dukun lebih marak/digandrungi masyarakat negeri ini ketimbang meyakini Tuhannya masing-masing. Di mana posisi Tuhan mereka letakkan saat mereka berpikir untuk datang kepada dukun dan ahli nujum sejenisnya?
Kembali ke pada topik.
Maju mencalonkan diri dalam pemilihan memang punya resiko sendiri, disamping harus mengeluarkan modal yang besar, kans untuk terpilih pun tidak dapat terprediksi secara pasti sebelum KPUD mengumumkan sendiri hasil pemilihannya. Apa latar belakang ini yang mendorong mereka-mereka yang saya yakin adalah mereka yang berintelektual tetap membutuhkan semacam pegangggan untuk menang di pemilihan? Mereka beragama,dan pasti berpendidikan.
Saya sendiri pernah mengalami satu hal kecil yang hampir sama lah dengan posisi beliau-beliau. Saya, yang saat lulus SMP ingin sekali masuk ke SMA favorit, disarankan ibu kedua saya untuk minum semacam air suci untuk keberuntungan katanya. Tapi saya tidak menanggapi tawaran beliau. Saya menolak meminumnya, dan hasilnya memang saya tidak diterima di SMA itu.
Menyesal? tentu tidak. Bukan karena tidak minum air itu saya gagal.
Tidak terbersit sedikit pun air itu berpengaruh menentukan masuk tidaknya saya.
Mungkin gambaran seperti inilah yang menjadi pertimbangan mereka yang mau mencalonkan. Pengalaman saya tentunya tidak sebanding dengan persoalan pencalonan ini, Tapi tetap saja terkesan konyol bagi ku.
Manusia memang mesti berusaha tapi mendatangi dukun yang dengan artian menduakan Tuhan, bukan lah termasuk usaha.