Penempatan Ibu Susan (tidak tahu nama aslinya) sebagai Lurah di Klenteng Agung DKI Jakarta, menuai protes dari warga setempat (info dalam berita demikian). Ibu susan sendiri adalah orang yang lulus seleksi dari ujian yang berlaku umum bagi siapa saja yang memenuhi persyaratan yang ada. Dari sekian banyak kompetitor, terpilih lah Ibu Susan dan ditempatkan di Kelurahan Klenteng Agung. Namun tak lama, protes pun dilayang kan warga dan kini menuai kontroversi. Bahkan mendagri pun kabarnya turut menyampaikan aspirasinya Kepada pak Gubernur dan Wakil Gubernur untuk mempertinmbangkan permintaan warga K.A tersebut. Dan respon pun diterima lewat pernyataan pak Ahok untuk pak mendagri tidak turut memperkeruh dan menghargai konstitusi.
Ternyata, setelah saya baca lagi yang menjadi persoalan dalam penempatan Ibu susan adalah karena beliau bukanlah berlatarbelakangkan kepercayaan seperti kepercayaan mayoritas daerah tersebut. Warga keburu mendeskreditkan beliau dengan kekhawatiran tidak akan bisa mengayomi sepenuhnya karena agamanya berbeda. Bagaimana kalau Lebaran nanti?
Sontak pernyataaan warga ini sungguh menyayat hatiku. Dalam forum komentar yang disediakan dalam berita itu pun saya dengan didorong rasa kecewa berkomentar pedas terhadap warga di sana. Mengapa masalah agama menjadi hal yang begitu riskan di negara yang penduduknya menganut beragam macam agama? Mengapa orang yang non-muslim tidak boleh menjabat atau mengabdi di daerah yang muslim? Toh tugas Lurah yang diemban Ibu Susan nantinya tidak hanya seputar masalah agama islam kan? Dan saya rasa tugas beliau tidak ada hubungannya dengan agama. Terkecuali beliau tidak beragama, saya tidak akan turut mempersoalkan tuntutan sodara di sana. Karena saya berkeyakinan, orang yang beragama akan menjalankan tugas yang dimandatkan padanya dengan benar. Pertanggungjawaban teetap pada sang Ilahi. Jika tadinya Ibu susan tidak beragama, mungkin bisa saja permintaan ini dipertimabngkan.
Saya sangat puas dengan tanggapan bijak Pak Gubernur dan Wakil Gubernur dalam menanggapi polemik Ibu Susan ini. Beliau mengatakan, untuk melihat kinerja Ibu Susan dalam enam bulan pertama ini, Jika memang tidak memuaskan akan dipertimbangkan kembali terkait jabatannya. Bijak sekali dan lebih etis jika dilakukan dengan cara ini, ketimabng menghakimi beliau tanpa melihat dulu kinerja beliau. Akan sangat berbahaya juga bila permintaan warga ini dipenuhi, tentunya akan berimbas ke daerah lain, dan bukan tidak memungkinkan, mereka akan menuntut hal yang sama, dan dikhawatirkan, jalan seperti ini akan mempercepat perpecahan dalam negeri.
Entah mengapa masalah agama sangat sensitif di negeri ini. Dan entah mengapa pula kicauan yang kerap kali terdengar justru dari masyarakat dengan catatan penganut agama terbesar di negeri ini. Sungguh hal yang sangat susah diterima nalar saya, bahkan bisa dikatakan aneh. Belum lagi masalah beribadah yang belakangan hari ini mulai terdengar blak-blakan intoleransi itu terjadi. Di Aceh, sekelompok masyarakat menuntut gereja mesti ada IMB-nya jika tidak, entah dapat mandat darimana mereka mengancam akan menggusur paksa. Di daerah ku sendiri, Medan hal ini ternyata juga terjadi, di satu daerah, rumah iabdat yang didirikan sudah berulang kali dirubuhkan penduduk setempat, yang mayoritas bergaman non-kristen. Bahkan mereka sampai minta perlindungan ke pemerintah daerah dan pemerintah daerah hanya memberikan waktu 6 bulan saja untuk pemabngunan, jika dalam waktu yang sudah ditentuka, gereja tidak berdiri, maka pemerintah tidak akan mencampuri intervensi yang akan dilakukan penduduk di daerah itu lagi.
Akhh, ngeri ya yang beragama di negeri ini.