Seorang teman, curhat kepada saya. "Bisa kah Tuhan pulihkan saya?", tanyanya.
Terkejut aku membacanya. Saat dia mengatakan itu, sungguhlah ku mulai melihat sedikit kehancuran yang sedang dirasakannya. Tapi itu salah. Tuhan selalu mampu memulihkan sehancur apapun hidup kita. Bukan di Tuhan intinya, tapi pada diri kita sendiri. "Mau tidak kita dipulihkan", itu kuncinya.
Apa yang tidak bisa dilakukanNYA. Kesediaan hati kita ini lah kuncinya. Awal dari segala perubahan itu dari hati, dari niat kita. JIka hal itu tidak ada ya Tuhan juga males gitu ngurusin kita. Anak-anaknya bukan cuma kita kan. Ya bukan berarti kita luput dari perhatianNYA. Tidak. Tapi sikap ini harus diubah. Jangan terlalu manja menghadapi apapun persoalan hidup. Apalagi itu hanya kisah cinta yang kandas meski rasa sayang masih terlalu besar.
Memang dia baru kali pertama pacaran namun hubungannya tak berlangsung seperti yang dia idamkan. Kecewa dan sakit berlarut pun kian dirasakannya. Awalnya pasti yang melihat bisa memahami keadaannya. Tapi ini sudah terlalu lama sejak perpisahaannya, tapi dia masih begitu-begitu saja, sementara mantan yang terus diaharpkannya itu pun telah memiliki pacar lagi.
Terlalu lebay kah dia?
Aku pun tak mengerti dan tak mau mendeskreditkan dia dengan label seperti itu. Dan saya yakin hal ini menjadi kali pertama dia kehilangan seorang yang dia sayangi. Kalau dia sudah pernah mereasakan kehilangan seorang ibu, mungkin dia bisa lebih bijak mengahadapi perpisahannya itu.