Orang Indonesia itu sebenarnya kaya-kaya. Itu uang saya lihat dari iklan, reklame, spanduk,bahkan kartu-kartu nama yang saat ini menjadi hiasan sepanjang kota tempat ku berada saat ini. Beragam warna bentuk serta tulisan-tulisan manisnya terpampang megah di tengah, sudut bahkan sampai pelosok kota. Malah pagi ini, saya dikejutkan dengan sebuah billboard nan megah dari salah satu calon DPRD dari partai kuning. Bessaaarrr sekali, barang kali ini bilboard hampir sama besar dengan billboard yang meramekan jalanan saat musim kampaye gubernur kota ini. Wah, ini orang pasti banyak uang, pikirku.
Dengan dana yang jika melihat usaha mereka mempromosikan diri lewat kartu nama, spanduk, billboard, kalender, bahkan mobil-mobil yang distiker dan lain sebagainya, tak salah lah jika ku berpendapat, kalau mereka yang ikut menjadi calon pilihan ini adalah orang-orang yang berada alias kaya boo..!!
Dana besar untuk gaji dibawah puluhan juta????
Masuk akal gak sihh? Belum lagi resiko kalah saat pemilhan. Weleh-weleh. Disaat yang bersamaan aku pun mengerti mengapa kebanyakan mereka yang ikut didalamnya membutuhkan suatu tameng yang katanya mampu membantu keberhasilannya sebagai pemenang pilihan. Meski mereka dilatarbelakangi pendidikan yang super tinggi sekali pun.
Resiko stress berujung rehabilitasi di RSJ pun bukan jadi keheranan lagi jika melihat kebelakang dana yang sudah digelontorkan untuk ajang ini. ya...ya...pantas saja.
Dengan dana yang begitu besar, mungkinkah motivasi mereka menjabat nantinya benar lah tulus untuk kepentingan rakyat??? Jujur, saya ragu akan itu. Bagaimana tidak, pengorbanan yang sudah dikerjakan dimuka, pasti lah sedikit banyaknya mempengaruhi pemikiran si terpilih untuk bisa mengembalikan apa yang sudah dikeluarkan itu. Dengan gaji di bawah puluhan juta? bagi yang berhati tulus, memang hal ini tak akan jadi masalah donk ya untuk menunggu beberapa bulan sampai modal kembali. Celaka lah bagi mereka yang tidak tulus itu, maka korupsi menjadi alternatifnya.
Saya rasa semua atau katakanlah sebagian khalayak yang berwenang dalam hal ini menyadari akan hal ini. Namun tanpa memberi sedikit pun tanggapan yang berarti untuk menekan korupsi. Kenapa tidak ada action sihh?
Kalau kampanye semacam ini memicu korupsi, mengapa masih dibiarkan diberlakukan? Apa tidak ada cara lain untuk mempromosikan diri? Toh, tujuannya untuk memperkenalkan pilihan-pilihan yang ada kepada si pemilih kan? Atau mungkin ada kepentingan lain terkait partai? untuk hal ini saya tidak tahu menahu lah.
Yang saya soroti adalah ketidakefektifan kampaye dengan mengiklankan diri sebegitunya. Setelah masa kampaye, semua itu akan menjadi sampah. Jalanan kotor, batang pohon-pohon rusak akibat tancapan paku. Dengan kata lain uang itu sebagian besar menjadi sampah. Sebagian lagi menjadi sumber penghidupan mereka yang berkecimpung dalam usaha percetakan.
Bagaimana jika tidak lagi diberlakukan kampanye seperti itu. Kampanye diganti dengan aksi blusukan. Berkunjung ke panti-panti, atau ke perhimpunan sosial lainnya. Atau terjun langsung ke lapangan terkait pekerjaan yang akan diemban nantinya.
Saya rasa iklan lewat mulut ke mulut lebih efektif ketimbang sekedar membagi-bagikan sampah tadi. Rakyat pun bisa merasakan sendiri seberapa inginnya mereka menjadi wakil dari rakyat. Tidak ada sampah, rakyat pun terutamakan.
"just say"