Terkait dengan cita-cita saya yang hendak menjadi seorang penulis, sepertinya saya sudah pernah memposting tips terkait "Menjadi Penulis". Namun hari ini, saya ingin mempostingnya lagi, sebagai reminder untuk diri saya sendiri juga, untuk kembali konsisten kepada niat menjadi penulis tadi.

Hal yang perlu saya dan kalian yang juga ingin bisa menulis ialah "Membaca". Hanya itu kuncinya. Dengan membaca tentunya kini memiliki modal kata-kata mengenai suatu peristiwa yang kemudian ingin dituangkan kedalam tulisan. Mustahil lah jika seorang itu bisa menulis tetapi dia tidak suka membaca. Dengan kata lain, kegiatan membaca dan menulis adalah kegiatan yang berkorelasi erat. 

Saya tetap dengan cita-cita saya itu, namun saat ini sedang tidak ingin mempraktekan kunci suksesnya tadi. How come?

Ayolah tak ada yang manis dengan jalan instan di dunia ini, kalau pun ada terjadi, manis yang dia rasa adalah manis buatan tidak asli seperti manis yang diproses dari tebu asli.

Begitu pun dengan cita-citamu wahai "Pemilik Blog". Budayakan, dan budayakan membaca. Mimpimu terhenti jika "membaca" hanya dilakukan seturut dengan musim yang ada. Mimpimu akan terasa susah digapai jika "membaca" mu dilanjutkan saat sinabung tak lagi erupsi, atau banjir di Jakarta dan daerah lain surut, dan longsor serta gempa berhenti mengguncang peertiwi ini.

Semangat!!!!! Semangat!!!
Konsisten!!! Ayo Konsisten!!!!!
Read More >>
Rasa-rasanya keberhasilan sangat jauh dari kehidupanku. Di umur ke 25, mendapati diri masih belum ada perkembangan membuatku nyaris putus asa. Bekerja masih di posisi yang sama, ketika ku diterima di perusahaan tempat ku mendapatkan rupiah saat ini. Padahal sudah tiga tahun berselang.
"Makanya, coba melamar donk di tempat lain?"
Eits, jangan pikir aku tidak menjatuhkan lamaran kemana-mana ya. Konyol sekali aku jika menginginkan suatu perubahan tapi tidak melakukan apa-apa. Di awal enam bulan berlalu setealah menjadi karyawan di sini, hampir setiap pagi (jika ada waktu luang) aku membuka loker-loker yang bertebaran di dunia cyber. Dan saat melihat ada info yang sesuai dengan kapasitasku, saat itu lah ku jatuhkan lamarannya (via email). Namun, seperti melihat ke kaca yang penuh dengan bulir-bulir hujan, seperti itu lah nasib lamaran demi lamaran yang ku kirimkan-kabur. Tak ada balasan sama sekali.

Salahnya dimana ya? Segala kemungkinan kegagalan pun ku coba mencari tahu dari pendahulu-pendahulu yang berbaik hati membagi pengalamannya seputar lamaran kerja. Aku pun mulai memperbaiki kemungkinan kesalahan itu, dan menerapkan perbaikan yang telah ku baca dari beragam masukan lewat beragam sumber. 

Singkat cerita, dari sekian banyak lamaran yang sudah ku kirimkan sampai menginjak tahun ke-3 ini, bisa dihitung dengan jari lah lamaran yang sukses dilirik perusahaan untuk dipanggil interview. Hasilnya? Gagal semua. Kebanyakan aku gagal di tes yang terakhir.

Lemas, harapan menipis dan mulai mencari-cari kesalahan (dari diri sendiri maupun dari tim penguji). Bahkan ekstremnya, ku pernah mempertanyakan kegagalan ku ini kepada sang Pencipta. "Tuhan, aku kan tidak jahat-jahat kali jadi umatMU, aku juga selalu meminta padaMu setiap kali menjatuhkan lamaran,tapi kenapa yang ku dapat hanya kegagalan?" "Sebegitu berdosanya kah aku di hadapanMU, sampai tak Kau pandang aku sedikit pun?".

Sadar-sesadar sadarnya, bahwa Tuhan itu tidak pernah tidur, Dia tidak mungkin kejam terhadapku. Namun, ditengah kesedihan dan nyaris putus asa, kedaginganku membuatku semakin buruk saja. Aku tahu aku salah dengan mempertanyakan seperti itu kepada Tuhan, namun aku seakan tak berdaya, menahan kemarahan dan kekesalah karena kesedihan dibalik beragam kegagalan ku ini.

Bukan hanya di karir ku merasa tidak beruntung, dalam cinta pun ku buntung. Enam tahun berhubungan, kandas juga. Berakhirnya hubungan, memberikan penyesalan tersendiri. Ku telah membuang-buang waktu selama enam tahun, dengan orang yang ternyata bukan jodoh yang dipersiapkan untuk ku.

Merenung dan terus merenung, berbalik ke masa lalu, untuk melihat sikap ku di setiap kegagalan yang ku alami. ku dapati, kesalahn memang ada padaku. Sampai saat ku mendengarkan khotbah di kebaktian pagi, aku pun semakin disadarkan. Ilustrasi yang diceritakan pak pendeta tak khayal adalah cerminan diriku juga. 
"Ada seorang bapak batak kaya, yang sudah divonis memiliki penyakit yang serius. Dokter yang memeriksa beliau, kebetulan adalah tetangga di komplek perumahaannya. Dokter itu menyatakan, bapak terkena hipertensi yang mengkhawatirkan. Untuk itu bapak, harus menjauhi makanan yang bisa memicu penyakit bapak. Hindari makanan berlemak, terutama saksang, lomok-lomok dan daging lainnya. Bapak hanya dianjurkan untuk mengkonsumsi semua yang hidup di air. Si bapak batak pun kecewa, karena ternyata olahan dari daging terutama B2 adalah santapannya setiap hari, dia merasa belum makan kalau tidak memakan daging itu. Namun demi kesehatannya, si bapak pun berupaya menjalankan nasehat si dokter. Beberapa hari berselang, sang dokter yang kebetulan sedang joging di sekitar komplek, menyempatkan untuk melihat si bapak batak, untuk mengecek kondisinya. saat mengetuk pintu rumah si bapak, pembantu yang membukakan pintu, lalu si dokter pun bertanya "bapak mana?". Si pembantu menjawab, bapak lagi berenang pak. "oh, berarti bapak menjalankan saran saya, baguslah, kata si dokter. "tapi dok, tuan saya berenangnya aneh", balas si pembantu sambil mengajak dokter ke arah kolam berenang. Dan ternyata, astaga...., si bapak batak bukannya berenang semata untuk kesehatannya tapi juga untuk kedagingannya. Si Bapak Batak berenang bersama seekor babi"
Tawa pun menggelegar saat pendeta selesai menceritakan ilustrasinya. Aku pun ikut tertawa, tapi lebih tepatnya menertawakan diri sendiri. Barulah ku sadari ternyata selama ini, aku seperti si bapak batak itu, meminta Tuhan memberikan kebaikan namun memaksa Tuhan untuk memebrikannya seturut dengan apa yang ku pikirkan. Tak heran selama ini hanyala kekecewaan yang ku dapat.

Sepulang ibadah, aku pun menyadari bahwa berdoa pun, namun kalau kesannya memaksa, doa itu salah. Aku tidak benar-benar mempersilahkan Tuhan memberkatiku dengan caraNYA, tapi aku memerintahNYa untuk bekerja seturut keinginanku. Saat yang bersamaan ku pun mengerti, aku belum berhasil hingga kini, dikarenakan memang aku yang belum siap untuk dilimpahkan keberhasilan itu, ditambah caraku meminta juga salah.

Read More >>
Iseng lagi nyantai di tempat kerja, pikiran pun ngelantur kemana-mana. Saat ini, pikiran lagi bermuara di suatu tempat hening nan kelam, dimana hanya terlihat seorang wanita dan pria di sana. Mereka dan aktivitas mereka masing-masing, dengan segala perbedaannya, memberikan suatu keheranan tersendiri dalam pikiran, kenapa ya?

Dari pengamatan pikiran, ada beberapa hal yang dimiliki wanita tapi tidak oleh pria. Bahkan cenderung lebih memberatkan posisi si wanita. Kesannya, wanita lebih banyak menanggung hal-hal yang tidak enak atau lebih kompleks dibanding pria.

Gak Percaya?
Lihat deh hasil pengamatan si pikiran di bawah ini.
  • Underware.
Dari sisi ini, tentunya kita tahu kalau pria hanya membutuhkan satu underware saja untuk menutupi  bagian vital di tubuhnya, sedangkan wanita dua. 
  • Penyakit
Dalam hal ini, pikiran dapat menguraikan lebih banyak point-point mengenai penyakit yang diderita wanita tapi tidak oleh pria. Contoh : Kanker. Penyakit ini bisa diderita oleh siapa saja, dari segala usia. Namun ada jenis penyakit kanker yang umunya hanya diderita oleh wanita, yaitu kanker payudara. Padahal pria juga punya kan, meski ukurannya relatif lebih kecil dibanding ukuran payudara wanita. 
Selain kanker, wanita juga mengalami siklus yang menyakitkan setiap bulannya, yaitu "menstruasi". Kadar rasa  Sakit akibat siklus ini memang dirasakan berbeda-beda oleh setiap wanita. Tapi setidaknya, pria tidak pernah mengalami sakit yang begini. Belum lagi sakit saat masa kehamilan dan saat melahirkan, wuihhh,,,katanya sakitnya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Gak main-main taruhannya nyawa. Sedangkan pria? 
  • Pekerjaan
Masa emansipasi, membuat perubahan terkait pekerjaan antara wanita dan pria. Umumnya sekarang ini, apa yang dilakukan oleh pria bisa juga dilakukan oleh wanita dan sebaliknya. Namun meskipun begitu tetap ada pekerjaan yang wanita dituntut untuk bisa sedangkan pria tidak.

Pekerjaan rumah tangga. Terkait hal ini, wanita diwajibkan harus bisa menangani segala macam pekerjaan rumah tangga, ya cuci piring, sapu rumah, memasak, menyetrika dsb. Sedangkan pria? Ada pemakluman tersendiri jika mereka tidak membersihkan kamarnya, tidak merapikan isi lemarinya. Jika hal serupa dilakukan wanita, maka cibiran dan teriakan ayah atau ibu akan terngiang setiap harinya.

well, sepintas pikiran menyimpulkan, ternyata wanita lebih banyak tidak enaknya dibanding pria. Namun, saat itu juga pikiran menyadari bahwa sesungguhnya wanita itu lebih tangguh dibanding pria. Lihat saja, dari serangkaian uraian di atas. Tanpa hadirnya seorang wanita di sisi pria, bisa dipastikan akan ada ketimpangan dalam hidupnya.
Read More >>
Mungkin ini dampak negatif berkembangnya jaman, atau ini cikal bakal musnahnya jaman itu sendiri. Mengerikan!!!! Kala pernikahan tak lagi suci dan sakral. Dengan mudahnya banyak pasangan memutuskan suatu tali yang sudah diikatkan oleh Tuhan sendiri. Nikah-Cerai bukan lagi berita yang terdengar mengkhawatirkan. Ya seperti halnya saat kita mendengar remaja-remaja yang putus dengan pacarnya.

Janji suci tinggallah isapan jempol semata, layaknya sebuah rayuan seorang pria kepada kekasihnya saat malam minggu. Lalu saat cecok dan beragam perselisihan terjadi, dengan gampangnya mengucapkan kata "cerai". Menjanda, menduda sebentar, lalu ketemu pacar baru, belum mengenal betul sudah memutuskan menikah, dan selang beberapa bulan saja sudah cerai lagi.

Hal tersebut saya saksikan terutama dari kehidupan artis-artis sekarang ini. Dunia mereka seakan membenarkan hal itu. Tak lagi tabu, tak lagi merupakan suatu kesedihan atau kedukaan menyandang status janda atau duda. Mungkin mereka ini memiliki pedoman hidup "Mati Satu, Tumbuh Seribu". heheheee... It's a piece of cake. Sudah seperti kacang goreng kali ya..

"Yahh daripada hanya merasakan sakit menjalani pernikahan, untuk apa dipertahankan? Cerai lah, apalagi!!!" Sepertinya itulah kalimat-kalimat yang sering dilontarkan untuk membenarkan aksi nikah-cerai ini. Tapi apa itu benar? Tidak kah teringat lagi masa manis saat memutuskan untuk mengikat hubungan ke dalam satu janji Pernikahan? 

Serumit itu kah yang namanya bahtera rumah tangga?? Saya yang masih melajang ini (belum menikah), nyaris menganggap biduk pernikahan adalah momok yang sangat menyeramkan. Ketakutan ini takutnya akan membuatku lama untuk dipersunting pria (jauh-jauh lah itu).Jika sudah begini, pertanyaannya bukan lagi kepada siapa aku harus menikah? tapi, akankah aku menikah??

Tak terbayang lagi seperti apa kehidupan 5 tahun mendatang kala aku sudah menyandang status seorang istri. Pastinya masalah akan semakin kompleks, kehidupan semakin keras. Akan lebih banyak lagi jerat yang membawa ku nantinya ke perangkap nikah-cerai. 

Read More >>
Pertanyaan tersebut terlontar karena banyak sekali kata selamat tahun baru yang tertuju padaku, terutama dari saudara tetangga, namun saat ku membalas selamat tahun baru kembali, seolah mereka tidak merasa turut bertahun baru. Lah????Kok???? Malah, pimpinanku, mengucapkan selamat tahun baru pada pegawai yang hanya beragama kristen. saya jadi bertanya-tanya. Sepengetahuan saya, 1 Januari tidak lah merupakan salah satu hari perayaan umat kristen dalam tata agamanya. Tapi mengapa seakan menjadi perayaan umat kristen semata? Dan jika diperhatikan, kue-kue penyemarak tahun baru pun kerap ada di mereka yang berkeyakinan Kristen. Jarang sekali kemeriahan tahun baru yang dijalankan umat kristiani itu sama dengan umat lainnya. Padahal harusnya tidak begitu kan? Setiap orang kan melewati pergantian tahun. Asumsi saya, kebiasaan yang salah ini kemungkinan dikarenakan jarak antara perayaan Natal (tgl 25 Desember) dan tahun baru (tgl 1 Januari), yang memang berdekatan. Lebih lagi kepada kebiasaan saat mengucapkan selamat Natal, pasti selalu dibarengi dengan kata selamat tahun baru juga. Beranjak dari ini mungkin anggapan tahun baru hanya dirayakan secara wah oleh umat kristen (terkesan memang perayaan keagamaan umat kristen) kian berkembang.
Read More >>
Berkumpul dengan 2 sahabat semasa kuliah memang sangat menyenangkan. Momment libur tahun baru membawa kami ke dalam waktu menikmati kebersamaan yang sudah lama sekali tak pernah terlakoni lagi. Yeaaayy,,kumpul.  
Meski tak ada tempat menarik di kota ini yang bisa mendukung pertemuan singkat kami ini, tapi tak lah menjadi halangan. Sebuah kursi persinggahan yang berada di dalam sebuah mall pun menjadi tempat pelampiasan kami untuk saling bercerita tentang suka-duka 2013. Cerita-cerita mereka membuatku bisa melihat, betapa Tuhan menyertai mereka, meski hasil nyata berkat itu di mata dunia tidak lah seberapa. Salah seorang teman, sampai menangis mencurahkan kesedihannya saat berkumpul bersama saudara dan keluarganya di kampung halaman. 
Read More >>