Apa sih yang menjadi pertimbangan teman-teman kalau ingin menonton sebuah film? Alur kah? Pemerannya kah? Genrenya kah? Atau karena ada adegan intim dalam cerita? Untuk memilih opsi terakhir sebagai alasan, saya pikir mereka lah orang yang berani berkata jujur (tidak munafik) atau malah mereka yang sangat sudah terbiasa dengan hal itu, sehingga rasa malu atau sungkan sudah tidak ada lagi? Hayoooo.....ngaaakuuuu????? Kalau pertanyaan itu ditujukan padaku sich, jujur aku liat dulu dari rating filmnya, genrenya apa, atau terkadang pemeran juga menjadi pertimbangan film apa yang mau ku tonton. Simple aja, aku berpikirnya kalau sudah aktris tersohor pastinya akan memilah-milih cerita untuk diperankan. Tapi pemikiran ku ini juga sering salah. Baru-baru ini aku mengalaminya lagi. Pemeran dalam film itu berjibun aktris dan aktor ternama tapi ternyata ceritanya mengecewakan. konyol-konyol menjijikan lah, kalau bisa ku bilang. Tapi mungkin juga aku tidak begitu suka genre film itu (judulnya lupa). Seandainya tidak dikemas dengan kekonyolan adegan begitu, aku rasa ini film bagus sekali menginsipirasi hidup banyak orang (masih berfikir keeras, judul filmnya :( ). ohh iyaa, judulnya "This is The END" Genre film yang ku suka biasalah selayaknya cewek-cewek yang suka mewek liat adegan romantis (heheheee), comedy romantis juga ok, lalu genre thriller, drama family, sci-fi, animasi. Horror aku tidak begitu suka, karena biasanya aku akan kecewa pada akhir ceritanya (kebanyakkan gantung supaya bisa bersambung), belum lagi ada adegan-adegan intim yang sebenarnya tidak begitu penting dibubuhi ke dalam cerita. Bicara tentang adegan itu, dan kembali kepada maksud judul, aku terkadang berfikir, apakah sudah begitu bergesernya nilai norma mengenai hubungan intim? tidak kah lagi ini bersifat taboo? Aku memahami kalau adegan seperti itu terdapat dalam film hollywood yang kita semua sudah tahu pasti, hal itu menjadi kegiatan yang biasa saja. Kesannya sama kalau sedang melihat orang bercinta dengan orang yang sedang sarapan. Kemungkinan sudah seperti itu lah di sana. Sampai-sampai di setiap film hollywood pastilah ada adegan demikian. MAsih untung jika cuma sekdar cumbu-cumbu lalu teralihkan, tapi buntung kini, karena sekarang ini sudah semakin menjadi saja. Sampai kadang anggapan ku semua film itu mendekati ke film blue. Mungkin saja, entah kapan tepatnya, sudah tak bisa terbedakan lagi film blue mana dan film yang benar-benar film yang mana. Apakah adegan ini dibutuhkan untuk menarik minat penonton atau apa? sampai saat ini sich, aku meyakini adegan itu sedikitnya meninggalkan peran untuk menarik minat penonton. Terlebih penonton di luar eropa. Malah hal begini semakin sering dijumpai dalam film-film Asia dan Indonesia juga ada beberapa yang demikian. Apalagi yang genre horornya. Paling males lah liat horronya film Indonesia. Ngeri kagak, jijik iya. Tapi film-film INdonesia (terlepas dari genre horor), ku amati mulai membaik lah dari segi kualitas. Semoga tak lama akan ada film Indonesia yang bertengger di Box Office dan Menjadi rebutan nominator-nominator ajang perfiliman dunia. C'on Indonesia!!! India saja mampu kok. Kembali ke judul, Aku sich sangat berharap kalau nantinya akan ditinggalkan "motif" ini untuk menaikan penjualan produksi. Aku sering melakoni hobi ku ini, dengan adik-adik ku yang masih sekolah. Sedikit terganggu karena tangan ini harus standby untuk menskip adegan-adegan tersebut. Manusia itu sifatnya ingin tahu, tidak disediakan saja nalurinya mencari apalagi kalau diperkenalkan. Bahaya kan??? Sangat memungkinkan setelah melihatnya, jadi terdorong untuk melihat yang full seperti apa. Bahaya jika timbul keinginan untuk melakukan.
Akkhhh Sudahhhhlahhh.. Sebagai kakak, aku khawatir adik-adik ku ini terkontaminasi otaknya. Sebagai orang dewasa pastinya sudah bisa menimbang sisi baik buruk jika melihat yang demikian, karena untuk menanggung resiko juga tidak begitu ada benturan. Nah kalau anak sekolah???

Related Post :