Guru adalah satu profesi yang sangat aku hormati. Ku sangat salut bagi mereka-mereka dan kebanyakan teman ku yang berhasil dalam bidang ini. Berhasil dengan artian murid-murid yang diajarkannya sukses menerima pentransferan ilmu yang diberikan. Ku juga pernah mengecap profesi ini, namun aku tidak bertahan. Hanya satu tahun saja aku menjalaninya, itu pun dengan pertimbangan kasihan anak-anak atau pihak sekolah yang harus repot untuk mencari penggantiku lagi. Apalagi saat itu abang ipar yang nota bene adalah orang yang merekomendasikan ku supaya bisa diterima di mengajar di sana juga pengajar di sekolah tersebut. Lengkap sudah keengganan ku untuk segera keluar dari sekolah itu.
Jadwal mengajar ku memang tak banyak, seminggu paling aku masuk hanya 3 hari, karena aku hanya mengajar siswa/i kelas 1 SMP, sedangkan kakak-kakanya diajar oleh guru yang lebih senior dari ku. Pengalaman ku terjun ke dunia pendidikan sama sekali tidak ada, bahkan background perkuliahaan yang ku ambil pun bukanlah berorientasi menjadi pendidik. Tidak adanya pengalaman sama sekali membuatku harus mencari referensi sebanyak mungkin. Hampir setiap kali aku akan mengajar, pasti aku sudah membuat plan pribadi tentang materi yang akan ku sampaikan. Lalu sedikit browsing juga mengenai bagaimana mengajarkan materi bahasa inggris dengan cara yang menyenangkan. Banyak metode-metode yang aku coba terapkan, tapi aku tidak merasa puas dengan hasil akhirnya.
Ku dapati, hanya sedikit saja siswa/i yang memahami materi yang ku sampaikan. Itupun kebanyakan dari kelompok siswi saja. Metode yang pernah ku terapkan, metode belajar tenses lewat lagu, menambah vocabulary lewat permainan, bahkan lewat puzzle dan gambar-gambar lainnya. Namun tidak cukup membantu. Jangan kan untuk berhasil menyampaikan materi, menenangkan siswa pun aku kewalahan, terutama di kelas yang ku lihat mayoritas siswa/i-nya memang hanya memiliki sedikit motivasi untuk belajar. Pembawaanku yang tidak bisa berbicara lantang dan tegas ini pun, ku yakini menjadi kendala ku sendiri. Tapi pernah sekali ku lepas kendali memukul meja, namun anak-anak itu bukannya mengerti malah banyak yang senyum-senyum. Katanya, "miss gak cocok marah, mukanya gak seram". Haaa????? Aku pun tak tahu harus berkata apa lagi. Kondisi begini yang sering ku temui tiap kali berada dalam kelas, membuat ku mantap atas keputusan ku dengan tidak lanjut mengajar lagi.
Susah ternyata menjadi guru yang baik dan benar. Menjadi pahlawan bangsa adalah tugas yang berat. Timbul atau tidaknya keingintahuan siswa/i itu, adalah tanggung jawab guru. Namun melihat guru-guru sekarang, ku pikir tidak semua berprinsip begitu. Yang terlihat kasat mata, mereka melakoni peran sebagai guru, hanya karena memang itulah jalan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidup. Guru-guru yang modelnya suka mencatat teori tanpa berperan lebih membantu siswa/i-nya untuk mengerti teori tersebut adalah tipe guru yang ku katakan tadi. Banyak guru-guru ku sewaktu SD, SMP, SMA dengan model seperti ini. Yang paling membahayakan adalah, model guru seperti ini, dipercaya untuk menyampaikan mata pelajaran eksakta. Bahaya sekali.
Hanya sedikit saja orang yang mencintai dunia eksakta. Sudah sedikit, ditambah lagi mendapat guru yang tidak begitu baik menyampaikan materi seperti diriku ini. Maka sudah bisa digambarkan, tidak akan ada lagi yang minat dengan eksakta ini. Aku sendiri menyukai matematika dan mulai mengerti sedikit matematika saat diajarkan oleh guru ku Ibu JD namanya. Pintar sekali beliau menjangkau muridnya yang bergam untuk secara bersamaan bisa memahami materi yang disampaikan. Baru saat diajar beliau, aku semangat belajar yang namanya matematika. Yang ku pikirkan saat itu adalah, jika sedari awal ku mengenal matematika ku diajarkan oleh guru seperti beliau, tentunya matematika tidak akan menjadi pelajaran yang paling tidak ku sukai (tertera dalam sekian banyak biodata yang pernah ku tulis). Dan jikalau saat awal ku mencintai matematika, tentu aku bisa menjadi seorang peneliti saat ini.
Akkhhhh,,,sayangnya tidak demikian. Guru yang benar-benar mampu mengajar tidak lah banyak. Dan yang ada dibenak saya sich untuk mata pelajaran ilmu dasar seperti ini, maunya guru-guru yang memang mampu lah yang ditempatkan untuk mengajar bidang ini. Karena matematika adalah dasarnya. Tidak seharusnya pelajaran ini menjadi hal yang dibenci. Haruslah sebaliknya, semua anak mencintai matematika. Bisa matematika, berarti bisa fisika, kimia,dan biologi. Otomatis akan seperti itu. Karena jika penalaran sudah benar akan persoalan matematika, maka untuk cabang yang berkaitan akan membantu sekali.