Sepertinya istilah transgender sudah tidak asing lagi terdengar oleh telinga. Mata pun semakin banyak saja menyaksikan bagaimana komunitas ini hidup dan bersosialisasi di dunia. Seoalah telah ada penciptaan jenis baru manusia, pria, wanita, dan mereka waria. Bahkan sudah banyak yang mengkodratkan diri mereka untuk menjadi wanita yang seutuhnya, dengan cara mengoperasi penanda status mereka sedari lahir. Meskipun komunitas mereka semakin banyak dijumpai, namun tetap saja masih banyak yang memandang sinis kaum mereka.
Saya sendiri masih beranggapan bahwa mereka tak seharusnya melawan apa yang sudah ditetapkan Tuhan. Saya masih beranggapan bahwa apa yang dilakukan kaum ini adalah penyimpangan. Agama apapun saya rasa akan menghakimi mereka sebagai pendosa. Karena hakikatnya Tuhan menciptakan manusia pria dan wanita saja. Tidak termasuk waria.
Saya juga mengetahui secara pasti mesti tidak turut merasakan apa yang dialami kaum ini. Saya tahu mereka juga tidak ingin merasa terjebak dalam tubuh yang instingnya berlawanan dari tubuh yang diberikan Tuhan kepada mereka. Mereka merasakan bahwa mereka wanita namun entah mengapa Tuhan memberikan mereka casing tubuh yang lain. Mungkin juga banyak dari mereka yang mempertanyakan "Mengapa" kepada Tuhan? Ketidaknyamanan terus menghantui sehingga mereka harus memutuskan kodratnya sendiri, dan teknologi mendukung keputusan mereka ini. Teknologi menyempurnakan status wanita versi mereka ini. Dan ilmu pengetahuan yang berkembang (psikologi) membenarkan penyimpangan yang dialami mereka. Kini,dengan adanya pemahaman ilmu ini, hal seperti homoseksual dan transgender seolah bukan lagi merupakan hal yang salah.
Tuhan itu Esa. Tuhan memberikan kepada manusia daya nalar yang bisa dikembangkan untuk mendukung sesuatu hal dalam dunia dan membuktikannya secara logika. Tapi Tuhan tidak pernah salah. Manusia tetaplah pria dan wanita. Tidak termasuk waria. Kasus yang terjadi bagi mereka kemungkinan termasuk suatu Penyimpangan yang akan sangat susah untuk bertolak kembali kepada Kodrat Tuhan. Tapi tidak ada yang tidak mungkin. Suatu kali saya pernah melihat suatu kesaksian salah satu dari mereka yang kembali kepada ketetapan Tuhan, yakni sebagai seorang pria. Saya tidak ingat lagi nama dari figur yang caritakan ini, tayangan itu saya lihat beberapa tahun yang lalu, namun yang tergambar di memory saya adalah kronologis ceritanya sedangkan siapa dan dimana si figur berada, saya tidak bisa merekamnya lagi dalam ingatan. Singkat cerita, figur ini kembali menjadi lelaki saat di usianya yang sudah separuh baya. Saat itu dia juga sudah memiliki keluarga, dia sudah menikah dengan pria yang bisa menerima dia apa adanya.Dia dan suaminya juga sudah mempunyai anak adopsi sebagai pelengkap keluarga mereka. Namun rasa bersalah selalu menghantui. Perasaan tidak damai dalam hidupnya mendorong dia untuk selalu mencari kebenaran. Kebenaran yang memang akhirnya dia ketahui hanya berasal dari Tuhan. Si figur pun mendapatkan kebenaran yang dia cari seiring kedekatan yang semakin dirasakan dengan Tuhan. Dia pun mendapatkan jati dirinya yang sebenarnya, menjadi pria seutuhnya. Si figur telah menjadi pria, sebagaimana yang ditetapkan Tuhan padanya. Dia bercerai dengan suaminya, dan hidup bahagia dengan rasa damai tanpa dihantui rasa bersalah.
Tanyangan ini lah yang menguatkan pandangan saya bahwa Tuhan tak pernah salah. Meski pun pengetahuan berkeras membenarkannya tapi Tuhan tetaplah Tuhan, Tuhan tidak pernah salah.